Program pengembalian
unsur hara tanah atau membuat tanah menjadi muda kembali dari Dinas
Pertanian Jember, rupanya mendapat tanggapan positif dari petani di
pedesaan. Terbukti, para petani di pedesaan sudah mulai mengusahakan dan
membuat inovasi-inovasi baru guna mendukung program tersebut.
Seperti yang dilakukan kelompok tani
‘Rukun Tani’ Desa Kesilir, Kecamatan Wuluhan. Menindaklanjuti program
tersebut kelompok tani ‘Rukun Tani’ kini telah mengembangkan pupuk
organik cair berupa agensi hayati yang dihasilkan dari pengembangbiakan
bakteri. Dan jika diaplikasikan, selain mampu mengurangi 40 persen
penggunaan pupuk kimia, juga akan memberikan imunisasi kepada tanaman.
“Kita membuat agensi hayati berupa
pengembangbiakan bakteri, yang jika diimunisasikan ke tanaman,
mengakibatkan terbentuknya kekebalan tanaman terhadap berbagai hama,”
kata Harjono, salah seorang pengurus kelompok tani ‘Rukun Tani’.
Dan sudah setahun yang lalu, melalui
system Demplot, kelompok tani andalan Desa Kesilir ini menerapkan
pembakaian pupuk yang terbuat dari fermentasi bakteri tersebut.
Hasilnya, selain mengurangi hingga 40 persen penggunaan pupuk kimia,
juga mampu menciptakan imunisasi pada tanaman hingga kebal terhadap
berbagai hama.
Untuk mengembangakn bakteri tersebut,
dijelaskan oleh Harjono membutuhkan waktu selama 12 hari proses
fermentasi. Dengan alat dan bahan yang mudah dicari dan didapatkan, para
petani tersebut sudah bisa memproses pengolahan dan pembuatan pupuk
tersebut.
Bahan-bahannya, menurut Harjono berupa
limbah tahu, telur, dan gula. Kemudian, bahan tersebut diberi indukan
bakteri yang kemudian dilakukan fermentasi selama 12 hari dengan dibantu
aliran oksigen. Setelah bakteri tersebut berhasil difermentasikan,
nantinya akan diuji terlebih dahulu di Laboratorium Pertanian di Tanggul
sebelum diaplikasikan.
Dari pengalaman yang pernah dilakukan
oleh kelompok tani tersebut, permili liternya, mengandung satu milyar
bakteri. Jadi, jika diimuniasikan ke tanaman, akan menghasilkan
kekebalan pada tanaman tersebut. Yang nantinya tahan terhadap anomaly
cuaca yang terjadi di Jember.
Namun begitu, diakui oleh Harjono tidak
semua petani menyadari manfaat penggunaan pupuk Agensi Hayati. Sejauh
ini, penggunaanya masih dalam lingkup petani yang masuk dalam
keanggotaan kelompok tani ‘Rukun Tani’ saja.
Hal tersebut, karena petani masih terkonstruk pada pestisida minded,
artinya petani masih belum bisa percaya seratus persen akan penggunaan
pupuk organik. Karena selama ini mereka menggunakan pupuk yang berasal
dari kimia, yang menurut mereka lebih instan.
“Masih sangat sulit dipahami petani
luas, namun dengan hasil yang lebih bagus, dari yang sudah diterapkan
oleh para anggota, bisa dibuat contoh hasilnya bagi petani lainnya.
Kadang, petani desa baru mengikuti kalau sudah mengetahui hasilnya.
Karena itu juga, kita membikin system demplot,” tandasnya.